1.Ketua Lembaga Pemantau Lingkungan Hidup (LPLH) – Babel.

2.Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Bangka Belitung.

Selasa, 23 Juli 2013

Ekonomi Hijau, untuk Lingkungan dan Bangsa

Dalam interval waktu seperti sekarang ini, konsep “Green Living” atau bahasa kerennya adalah penerapan ritme hidup secara ramah lingkungan sudah menjadi bahan pembicaraan yang “hot” dan terkesan mulai “nge-trend” dikalangan khalayak ramai. Segala macam sudut kehidupan hampir selalu dibubuhi kata “eco”, “go green” dan sebagainya. Tidak salah memang, tapi ternyata tren terbaru menunjukkan tidak hanya penerapan perilaku riil sehari-hari yang kini mengangkat konsep “Green Living”, akan tetapi sector ekonomi juga perlahan mulai ramai membicarakannya. Bertemakan “Green Economy” atau Ekonomi Hijau, konsep ekonomi ini dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis.

                Ekonomi hijau hanya bisa dipraktikkan atas dasar sejumlah kesadaran. Pertama ialah kesadaran bahwa kerusakan lingkungan sudah semakin parah dan membutuhkan rehabilitasi sekarang juga. Berdasarkan hitung-hitungan Ekonom Inggris Sir Nicholas Stern, jika dunia memperbaiki kerusakan lingkungan sekarang, uang yang dibutuhkan hanya 1% dari produk domestik bruto global. Namun, jika ditunda, dunia harus membayar 20% dari PDB global. Kedua ialah kesadaran bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Dalam laporannya baru-baru ini, PBB menunjukkan betapa pengurangan emisi bisa memacu pertumbuhan ekonomi. Lalu, negara manakah yang paling merusak lingkungan? Dalam laporannya baru-baru ini, Universitas Adelaide, Australia, menyebut Brasil, Amerika Serikat, China dan Indonesia sebagai negara pemberi kontribusi terbesar pada kerusakan lingkungan.
                Secara teori, seperti itulah kondisi dari latar belakang yang memunculkan konsep “Green Economy” ini. Bisa disimpulkan bahwa memang masyarakat tengah haus akan keselarasan antara perilaku hidup ramah lingkungan dan gaya ekonomi yang menguntungkan juga. Banyak cara sebenarnya yang bisa kita lakukan untuk menerapkan Ekonomi Hijau, pemerintah sudah menerapkan beberapa diantaranya yaitu pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 negara sebesar 26 persen pada tahun 2020, yang menggambarkan komitmen penurunan terbesar oleh negara berkembang (Bank Dunia, 2009). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan kebijakan pembangunan ekonomi yang mendorong pemakaian sumber daya alam dan lingkungan yang ramah lingkungan serta pembangunan yang juga mendorong pengalihan penggunaan sumber daya alam dan teknologi yang rendah emisi. Konsep atau paradigm Ekonomi Hijau muncul sebagai manifesto konsep pembangunan berkelanjutan, dimana ia akan mengikat pembangunan agar berbasis efisiensi penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, dengan memasukan biaya lingkungan dan sosial.
                Sebagai masyarakat umum, yang bisa kita lakukan adalah memulai dari hal kecil seperti memberli BBM non Subsidi bagi masyarakat menengah keatas, kemudian menerapkan gaya hidup hemat seperti mematikan barang elektronik ketika tidak digunakan. Semoga dengan penerapan Green Economy ini dunia bisa menyadari pentingnya hidup hemat dan ramah lingkungan.

Sumber : http://www.hmtl-its.org