Dalam interval waktu seperti sekarang
ini, konsep “Green Living” atau bahasa kerennya adalah penerapan ritme
hidup secara ramah lingkungan sudah menjadi bahan pembicaraan yang “hot”
dan terkesan mulai “nge-trend” dikalangan khalayak ramai. Segala macam
sudut kehidupan hampir selalu dibubuhi kata “eco”, “go green” dan
sebagainya. Tidak salah memang, tapi ternyata tren terbaru menunjukkan
tidak hanya penerapan perilaku riil sehari-hari yang kini mengangkat
konsep “Green Living”, akan tetapi sector ekonomi juga perlahan mulai
ramai membicarakannya. Bertemakan “Green Economy” atau Ekonomi Hijau,
konsep ekonomi ini dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan
kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara
signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah karbon
atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya
alam dan berkeadilan sosial.Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan
sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan
berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis.
Ekonomi hijau hanya bisa
dipraktikkan atas dasar sejumlah kesadaran. Pertama ialah kesadaran
bahwa kerusakan lingkungan sudah semakin parah dan membutuhkan
rehabilitasi sekarang juga. Berdasarkan hitung-hitungan Ekonom Inggris
Sir Nicholas Stern, jika dunia memperbaiki kerusakan lingkungan
sekarang, uang yang dibutuhkan hanya 1% dari produk domestik bruto
global. Namun, jika ditunda, dunia harus membayar 20% dari PDB global.
Kedua ialah kesadaran bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa
meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Dalam laporannya baru-baru ini, PBB
menunjukkan betapa pengurangan emisi bisa memacu pertumbuhan ekonomi.
Lalu, negara manakah yang paling merusak lingkungan? Dalam laporannya
baru-baru ini, Universitas Adelaide, Australia, menyebut Brasil, Amerika Serikat, China dan Indonesia sebagai negara pemberi kontribusi terbesar pada kerusakan lingkungan.
Secara teori, seperti
itulah kondisi dari latar belakang yang memunculkan konsep “Green
Economy” ini. Bisa disimpulkan bahwa memang masyarakat tengah haus akan
keselarasan antara perilaku hidup ramah lingkungan dan gaya ekonomi yang
menguntungkan juga. Banyak cara sebenarnya yang bisa kita lakukan untuk
menerapkan Ekonomi Hijau, pemerintah sudah menerapkan beberapa
diantaranya yaitu pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi
CO2 negara sebesar 26 persen pada tahun 2020, yang menggambarkan
komitmen penurunan terbesar oleh negara berkembang (Bank Dunia, 2009).
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan kebijakan pembangunan
ekonomi yang mendorong pemakaian sumber daya alam dan lingkungan yang
ramah lingkungan serta pembangunan yang juga mendorong pengalihan
penggunaan sumber daya alam dan teknologi yang rendah emisi. Konsep atau
paradigm Ekonomi Hijau muncul sebagai manifesto konsep pembangunan
berkelanjutan, dimana ia akan mengikat pembangunan agar berbasis
efisiensi penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi
berkelanjutan, dengan memasukan biaya lingkungan dan sosial.
Sebagai masyarakat umum,
yang bisa kita lakukan adalah memulai dari hal kecil seperti memberli
BBM non Subsidi bagi masyarakat menengah keatas, kemudian menerapkan
gaya hidup hemat seperti mematikan barang elektronik ketika tidak
digunakan. Semoga dengan penerapan Green Economy ini dunia bisa
menyadari pentingnya hidup hemat dan ramah lingkungan.Sumber : http://www.hmtl-its.org